Selasa, 07 Juni 2011

METABOLISME ENERGI TUBUH OLAHRAGA

  1. Aktivitas anaerobik
Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energy secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper, melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti sepakbola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan merupakan kegiatan olahraga dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobic.
Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk menresintesis molekul ATP dimana prosesnya akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik. Proses hidrolisis ATP yang akan menghasilkan energi ini dapat dituliskan melalui persamaan reaksi kimia sederhana sebagai berikut: Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat).
Pada saat berolahraga, terdapat 3 jalur metabolisme energi yang dapat digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan ATP yaitu hidrolisis phosphocreatine (PCr), glikolisis anaerobik glukosa serta pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan juga protein. Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohdrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan ATP (adenosine triphospate). Prosesmetabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen (O ) yang 2 diperoleh melalui proses pernafasan. Sedangkan pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energy yang akan digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energy secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen (O ).
Metabolisme Energi Saat Berolahraga
+ ATP + H O —> ADP + H + Pi -31 kJ per 1 mol ATP 2
Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik. Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam olahraga yang membutuhkan tenaga yang besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun hanya untuk waktu yang terbatas yaitu hanya sekitar ±90 detik. Walaupun prosesnya dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme energi secara anaerobik ini hanya menghasilkan molekul ATP yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan metabolism energi secara aerobik (2 ATP vs 36 ATP per 1 molekul glukosa).
Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan proses yang bersih karena selain akan menghasilkan energi, proses tersebut hanya akan menghasilkan produk samping berupa karbondioksida (CO ) dan air (H O). Hal ini berbeda dengan proses metabolisme secara anaerobik yang juga akan menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat menghambat kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gerakangerakan bertenaga saat berolahraga tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang dan harus diselingi dengan interval istirahat. Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi
sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energy dalam jumlah besar (2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik. Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatine monohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami, creatine ini akan banyak terkandung di dalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan.
Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah dilakukan menunjukan bahwa
konsumsi creatine sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari sebelum musim kompetisi.
Proses Metabolisme Secara Anaerobik
Sistem PCr
Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi
sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energy dalam jumlah besar (2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik.
Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatine monohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami, creatine ini akan banyak terkandung di dalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan.
Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah dilakukan menunjukan bahwa konsumsi creatine sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari sebelum musim kompetisi berlangsung dan menguranginya menjadi 5 gr/hari saat memulai kompetisi dapat memberikan peningkatan terhadap jumlah creatine & phosphocretine di dalam otot dimana peningkatannya ini juga akan disertai dengan peningkatan dalam performa latihan anaerobik. Data juga membuktikan bahwa cara terbaik untuk ‘mengisi’ creatine di dalam otot pada saat menjalani rutinitas latihan adalah mengimbanginya dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar & mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang kecil.
Glikolisis (Sistem Glikolitik)
Glikolisis merupakan salah satu bentuk metabolisme energi yang dapat berjalan secara anaerobik tanpa kehadiran oksigen. Proses metabolisme energi ini mengunakan simpanan glukosa yang sebagian besar akan diperoleh dari glikogen otot atau juga dari glukosa yang terdapat di dalam aliran darah untuk menghasilkan ATP. Inti dari proses glikolisis yang terjadi di dalam sitoplasma sel ini adalah mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat dimana proses ini juga akan disertai dengan membentukan ATP. Jumlah ATP yang dapat dihasilkan oleh proses glikolisis ini akan berbeda bergantung berdasarkan asal molekul glukosa. Jika molekul glukosa berasal dari dalam darah maka 2 buah ATP akan dihasilkan namun jika molekul glukosa berasal dari glikogen otot maka sebanyak 3 buah ATP akan dapat dihasilkan.
Mokelul asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis ini dapat mengalami proses metabolism lanjut baik secara aerobik maupun secara anaerobik bergantung terhadap ketersediaan oksigen di dalam tubuh. Pada saat berolahraga dengan intensitas rendah dimana ketersediaan oksigen di dalam tubuh cukup besar, molekul asam piruvat yang terbentuk ini dapat diubah menjadi CO dan H O di dalam mitokondria sel. Dan jika ketersediaan oksigen terbatas di dalam tubuh atau saat pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat seperti saat melakukan sprint, maka asam piruvat tersebut akan terkonversi menjadi asam laktat.
Metabolisme Energi Secara Aerobik
LEMAK
Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling) atau juga lari 10 km, produksi energi di dalam tubuh akan
bergantung terhadap sistem metabolisme energi secara aerobic melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit dari pemecahan protein. Oleh karena itu maka atlet-atlet yang berpartisipasi dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memasok oksigen ke dalam tubuh agar proses metabolisme energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna.
Proses metabolisme energi secara aerobik merupakanproses metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O ) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energiini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda.

Ringkasan Singkat Metabolisme Energi & Simpanan Energi Tubuh
Secara ringkas, sistem metabolisme energi untuk menghasilkan ATP dapat berjalan secara aerobi (dengan oksigen) dan secara anaerobik (tanpa oksigen). Kedua proses ini dapat berjalan secara simultan di dalam tubuh saat berolahraga. Pada aktivitas-aktivitas olahraga yang membutuhkan energi besar dalam waktu yang cepat atau pada olahraga dengan intenistas tinggi. Metabolisme energy akan berjalan secara anaerobik melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui proses glikolisis glukosa/glikogen otot. Sedangkan pada cabang-cabang olahraga dengan intensitas rendah-sedang yang memilki komponen aerobik tinggi seperti jogging, maraton, triathlon atau juga bersepeda jarak jauh, metabolism energi tubuh akan berjalan secara aerobik dengan kehadiran oksigen melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan protein.
Pada olahraga beregu yang merupakan kombinasi antara aktivitas intensitas tinggi dan aktivitas intensitas rendah, metabolisme energi juga akan berjalan secara aerobik dan anaerobik dan juga mengunakan sumber-sumber energi yang sama yaitu phospocreatine n (PCr), karbohidrat, lemak dan juga protein. Diantara semua bentuk simpanan energi yang terdapat di dalam tubuh, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber nutrisi utama yang akan digunakan untuk menyediakan energi bagi kontraksi otot. Keduanya akan menjadi sumber energi utama bagi tubuh saat berolahraga yang persentase kontribusinya terhadap produksi energi akan ditentukan oleh intensitas olahraga serta lamanya waktu berolahraga.
Bentuk simpanan energi di dalam tubuh yang merupakan penentu performa pada saat berolahraga yaitu simpanan karbohidrat dapat diproses melalui 2 jalur metabolisme baik yaitu melalui pembakaran glukosa/glikogen (secara aerobik) maupun melalui glikolisis glukosa/glikogen (secara anaerobik) untuk menghasilkan ATP. Sedangkan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh hanya dapat diproses secara aerobik untuk menghasilkan ATP, dimana proses ini juga akan membutuhkan ketersediaan karbohidrat agar proses pembakarannya menjadi sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar